KISTA FOLIKEL, KISTA LUTEAL, KISTA KORPUS LUTEUM

Kista Folikuler, Kista Luteal, dan Kista Korpus Luteum

Kista Folikuler, Kista Luteal, dan Kista Korpus Luteum

Apa itu Kista Folikuler, Kista Luteal, dan Kista Korpus Luteum?           

    Kista folikuler, kista luteal, maupun kistakorpus luteum merupakan kejadian yang sering terjadi pada sapi perah yang bersifat non patologis. Berbeda dengan ketiga kista tersebut, korpus luteum persisten (CLP) bersifat patologis, karena terjadi akibat adanya infkesi pada bagian endometrium. Untuk membedakan ketiga kista tersebut, kita harus memahami bagaimana mekanisme kerja hormon reproduksi dalam keadaan normal.

Perkembangan folikel ovarium 


    Folikel ovarium berkembang dari folikel primordia. Folikel primordia merupakan oosit yang masih dikelilingi oleh epitel pipih satu lapis saja. Folikel primordia disebut juga dengan folikel primer. Folikel primer kemudian berkembang menjadi folikel sekunder, dimana dikelilingi oleh sel-sel granulosa, namun belum terbentuk atrium antara oosit dengan sel granulosa. Sel-sel granukosa yang mengitari oosit membentuk zona pelusida.

    Folikel kemudian berkembang membentuk folikel tersier atau folikel de graf. Pada tahap ini, terbentuk ruang-ruang diantara sel granulosum, yaitu atrium folikuler yang berisi cairan folikuli.  Sel-sel granulosum (berbentuk kubus) tsbt berkumpul membentuk kumulus ooforus, semakin lama akan membentuk korona radiata (berbentuk silinder) yang menjamin nutrisi untuk oosit. Semakin lama sel granulosa tersebut membentuk startum granulosum. Stratum granulosum kemudian dikitari oleh sel teka, yaitu teka interna dan eksterna. Teka interna tersiri dari sel-sel yang kaya akan pembuluh kapiler dan limfe . Ketika folikel matang, teka interna akan memiliki penjuluran ke sel granulosa. Sedangkan teka eksterna tersusun oleh jaringan ikat. Setelah matang, sel oosit akan diovulasikan masih dalam kondisi meiosis kedua, tahap metafase.

    Pada akhir folikel sekuder sampai folikel tersier, sel granulosa peka terhadap FSH sedangkan sel teka interna peka terhadap LH. Sel teka interna menghasilkan hormon estradiol dan androgen (testosteron & androstenedion). Androgen akan dirubah oleh enzim aromatase yang dihasilkan oleh sel granulosa menjadi estrogen. Enzim tersebut akan aktif oleh sekresi FSH. Semakin lama, kadar estrogen akan semakin tinggi dan memberikan feedback negatif pada hipofise, akhirnya hipofise akan mensekresi LH. LH merangsang produksi PGF oleh sel granulosa, dan PGF merangsang folikel melepaskan enzim kolagenase utk menipisnya dinding folikel. Sel granulosa juga menghasilkan inhibin (utk menghambat pematangan pada folikel non dominan) dan Sel granulosa juga memproduksi PGF, tromboksan dan leukotrin sebagai inflamator agar dinding folikel menjadi ruptur saat ovulasi. Karena produksi cairan folikuli (estrogen) tinggi, maka akan mendesak oosit  namun tekanan intrafolikel tidak ikut naik, sehingga terjadi ovulasi. Pecahnya folikel menghasilkan perdarahan di daerah ovulasi (stigma) dan membentuk korpus haemoragikum.

    Folikel yang sudah ovulasi, menyisakan sel granulosa dan sel teka. Karena pengaruh LH, maka sel – sel tersebut akan terleutenisasi membentuk sel luteal (Korpus Luteal). Sel luteal yang berasal dari sel granulosa (sel lutein besar) akan menghasilkan progesteron. Sedangakan sel luteal yang berasal dari sel teka (sel lutein kecil) akan menghasilkan lipid.  Ketika terjadi kebuntingan, maka CL tetap dipertahankan oleh hormon LTH (Luteotropik hormon) yg dihasilkan oleh hipofise dan plasenta. CL akan memproduksi progesteron untuk memelihara kebuntingan. Progesteron semakin lama, tidak hanya diproduksi oleh CL namun juga diproduksi oleh plasenta.

    Sedangkan ovum yang tidak dibuahi, LTH tidak akan dilepaskan oleh hipofise. CL akan atresia. Atresia yang terjadi pada folikel primer dan sekunder (folikel non dominan) akan terjadi kematian pada oosit dahulu. Atresia yang terjadi pada folikel tersier terbagi menjadi dua, atresia obliteratif dan atresia sistik. Atresia obliteratif : sel granulosa dan teka akan hipertrofi. Atresia sistik : sel granulosa dan tekan akan atrofi atau sel granulasi saja yg atrofi dan sel teka yang terleutinasi fibrous.

Kista korpus luteal

    Pada kista korpus luteal, terjadi ovulasi pada folikel tersier. Namun LH yang direlease oleh hipofise kurang, sehingga atresia sistik sulit surut (sel granulosa) dan folikel yg telah ovulasi sulit terluteinasi (sel teka) utk menjadi sel luteal. Oleh karena itu, sel teka tidak mampu menghasilkan progesteron, sel teka masih menghasilkan androgen. Maka, apabila terjadi fertilisasi, tidak akan terjadi kebuntingan.

Kista Folikuler dan Kista Luteal

    Kista yang terjadi sebelum ovulasi adalah kista folikuler dan kista luteal. Kista folikuler dapat berasal dari folikel dominan maupun foliken non dominan. Kista yang berasal dari folikel dominan akan lebih banyak jumlah sel granulosa dan menghasilkan banyak estradiol. (Ingat, bahwa sel granulosa disini sudah peka terhadap LH ), sedangkan kista dari folikel non dominan sel granulosa lebih sedikit, maka estradiol yang dihasilkan akan sedikit juga. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan kepekaan reseptor (RNA messanger)di sel granulosa dan sel teka terhadap GnRH dan reseptor 3β-HSD terhadap steroidogenic enzim semasa pertumbuhan folikel. Makanya, kista folikuler sering terjadi multiple ataupun single. (Jadi, di kista folikel, masih terdapat sel teka juga yg tidak terleutenisasi, atau dgn kata lain kista folikel tidak terjadi leutenisasi.
          Sedangkan pada kista luteal, terjadi leutinasi, terjadi oada folikel dominan saja. Kista ini memiliki dinding yang tebal, karena sel teka (yg memang dr dulu sudah peka LH) terleutinasi dan terkadang sel granulosa juga ikut terlutinasi. Oleh karena itu, sel luteal yang terbentuk mampu menghasilkan progesteon. Namun, level progesteron yang dihasilkan tidak konsisten, terkadang bisa hampir mencapai normal, kadang juga hanya sedikit.  Kista luteal juga dapat berkembang dari kista folikuler.  

Perbedaan Kista Folikuler dan Kista Luteal

Kista Folikuler

Kista Luteal

Single / Multiple

Single

Dinding tipis

Dinding tebal

Undulasi

Keras

Cairan lebih kuning (?)

Cairan lebih bening

Lebih banyak estrogen

Lebih banyak progesteron

ukuran > 2,5 cm (lbh besar dari normal)

Ukuran > 2,5 cm (lbh besar dari normal)

Punuk kemajran (sterility hump)

-

Diam dinaiki (nymfomania)

anestrus

Korpus Luteum Persisten (CLP)

          Berbeda dengan korpus luteum persisten/ CLP (patologis), CLP terjadi karena terjadi endometritis. Sehingga endometrium tidak mampu menghasilkan prostaglandin untuk meluruhkan CLP tsbut.

Treatment Pengobatan

  1. Manual rupture tidak dianjurkan karena menyebabkan perdarahan dan perlekatan.
  2. GnRH atau PMSH
  3. LH atau LH like product (HCG)
  4. Dexametason
    GnRH, LH, dan HCG bekerja utk meleutenisasi kista tersebut secara keseluruhan. Setelah diberikan GnRH, maka LH puls akan turun, dan kista tsbt akan menghasilkan progesteron yang bertahan selama 12-18 hari dan sapi akan estrus 21 hari setelah pemberian GnRH. Nantinya, uterus yang sudah tumbuh sempurna akan menghasilkan PGF agar sel lutein regresi. Untuk mempercepat, boleh diberikan PGF pada waktu 10 hari setelah pemberian.
 
dikutip dari Large Animal Theriogenology 
(yg baca koreksi dong, kalo gue salah)

Post a Comment for "KISTA FOLIKEL, KISTA LUTEAL, KISTA KORPUS LUTEUM"